Sejarah
Pematangsiantar sebagai sebuah kota transit dan perkebunan yang penting sejak masa Penjajahan Belanda
membuat Kota pematangsiantar sebagai salah satu kota yang paling cepat
perkembangannya karena letaknya yang strategis menghubungkan antara
Pantai Timur Sumatera dengan Hinterland Wilayah Pegunungan Tapanuli. Lokasi yang strategis membuat Pematangsiantar menjadi salah satu Pusat Pemerintahan kolonial di Sumatera Utara. Pematangsiantar dengan letaknya yang strategis cukup ramai dilalui Lalu Lintas perdagangan serta pengembangan usaha manufaktur
hasil komoditas Perkebunan dan juga usaha perkebunan sehingga kota
Pematangsiantar cukup makmur dan banyak menarik berbagai kaum pendatang
seperti suku Batak Toba dan Tapanuli, Suku Jawa, pendatang Etnis Tionghoa dan tentu saja Kaum Kolonial Belanda serta pengusaha sipil asal Eropa.
Dengan jumlah penduduk golongan Eropa yang cukup signifikan jumlahnya
maka berbagai sarana dan fasilitas selayaknya Kota Modern lainnya pada
zaman kolonial seperti jalan raya dan jembatan, aliran listrik, air
bersih, Permukiman Khusus Eropa, Sekolah, Rumah Ibadah dan Jalur Kereta Api pun dibangun di Pematangsiantar. [2]
Taman Hewan Pematangsiantar bermula dari kegemaran Dr. Coonrad seorang pecinta hewan dari kaum Kolonial Belanda akan dunia Zoologi. Hingga pada tanggal 27 November 1936, riwayat THPS pun bermula dengan diresmikannya sebuah Taman Zoologi dan Botani
di atas sebidang tanah seluas 4.5 Ha yang terletak di wilayah Kota
Pematangsiantar oleh Dr. Coonrad. Dr. Coonrad yang memprakarsai
berdirinya Taman Zoologi dan Botani pertama di Kota Pematangsiantar
kemudian sekaligus menjabat sebagai pimpinan pertama dari Komunitas
Pecinta Zoologi dan Botani dan Taman Zoologi dan Botani tersebut di Kota
Pematangsiantar. Menjalani masa awal kemerdekaan Indonesia,
Pada bulan Juni 1956 di situs Taman Zoologi dan Botani yang didirikan
oleh Dr. Coonrad tersebut didirikan pula sebuah Museum Zoological oleh
Prof. Dr. F. J. Nainggolan yang diresmikan oleh Ibu Rahmi Hatta Ibu
Wakil Presiden RI kala itu Ir. Mohammad Hatta. Selama beberapa waktu
nama Taman Zoologi dan Botani Kota Pematangsiantar disebut juga sebagai
Kebun Binatang Pematangsiantar. Kebun Binatang Pematangsiantar merupakan
kebun binatang ke empat tertua di Indonesia yang masih bertahan setelah Kebun Binatang Surabaya, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan di Bukittinggi dan Kebun Binatang Bandung.Seiring dengan perjalanannya THPS yang pada saat itu masih bernama Kebun Binatang Pematangsiantar berada di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah,
namun ironis, selama di bawah pengelolaan Pemda kondisi Kebun Binatang
Pematangsiantar tersebut ternyata tidak dapat lagi memenuhi harapan
masyarakat karena berbagai keterbatasan dan kesulitan pengelolaan serta
kisruh internal. Kebun Binatang Pematangsiantar saat itu mengalami
berbagai masalah seperti kondisi hewan yang tinggal sedikit dan tidak
terawat, kondisi situs yang sudah tua, kurang terawat dan sangat
memprihatinkan keadaannya. Berdasarkan inisiatif Pemda dan masyarakat
maka sejak tanggal 1 September 1996, Kebun Binatang Pematangsiantar yang
sebelumnya dikelola oleh Pemda diambil alih pengelolaannya oleh PT.
Unitwin Indonesia Medan perusahaan pihak Swasta
yang dipimpin oleh seorang Pengusaha Nasional dan Pencinta Lingkungan
Hidup Bapak DR. H. Rahmat Shah. Di bawah pengelolaan swasta Kebun
Binatang Pematangsiantar kemudian diubah namanya menjadi Taman Hewan
Pematangsiantar (THPS) dengan alasan penggunaan kata kebun binatang
kurang etis untuk diperdengarkan kepada khalayak. [3]
Taman Hewan Pematang Siantar sebagai sebuah Lembaga Konservasi sampai saat ini mengkonservasi beragam jenis satwa yang terdiri dari koleksi Mamalia sebanyak 201 ekor dari 51 spesies, koleksi Aves 455 ekor dari 113 spesies, dan koleksi Reptil
59 ekor dari 19 spesies. Jumlah keseluruhan satwa koleksi yang
dikonservasi di dalam THPS totalnya mencapai sebanyak 715 ekor yang
terdiri dari 183 spesies.[4] Sampai saat ini jumlah koleksi yang terdapat di THPS terus bertambah karena THPS memiliki kebijakan konservasi dan penangkaran
satwa yang dapat terbilang sukses. THPS dalam menjalankan peranannya
sebagai lembaga konservasi sudah memiliki kemampuan yang mandiri dalam
melestarikan satwa dan berhasil dalam menangkar satwa yang termasuk langka seperti Siamang, Harimau Putih dan Harimau Sumatera. [5]
Selain itu THPS juga kerap menerima sumbangan hewan yang ditangkap oleh
masyarakat atau hewan hasil buruan dan peliharaan warga. Diantaranya
THPS pernah menerima buaya pemangsa manusia yang tertangkap warga di Kabupaten Labuhan Batu. [6]
Taman Hewan Pematangsiantar juga memiliki beberapa koleksi yang terbilang unik dan tiada duanya di Indonesia, seperti keberadaan seekor Buaya yang dipercaya merupakan Buaya Darat tertua yang berhasil bertahan hidup dalam asuhan manusia dalam Kebun Binatang. Buaya Sinyulong (false gharial) yang telah berumur 76 tahun terhitung pada tahun 2012 tersebut sudah ditampung di Taman Hewan Pematangsiantar sejak berdirinya kebun binatang tersebut pada tahun 1936.[7] Selain keberadaan Buaya Tertua dalam penangkaran, THPS juga memiliki koleksi unik berupa Liger yang murni merupakan hasil penangkaran sendiri oleh THPS, sekaligus menjadikan THPS merupakan satu-satunya kebun binatang di Indonesia yang sukses dalam menangkar Liger, Mamalia Karnivora yang berjenis kucing besar hasil Perkawinan Silang antara Singa dengan Harimau.[8]
sumber Wikipedia
Koleksi
Taman Hewan Pematangsiantar juga memiliki beberapa koleksi yang terbilang unik dan tiada duanya di Indonesia, seperti keberadaan seekor Buaya yang dipercaya merupakan Buaya Darat tertua yang berhasil bertahan hidup dalam asuhan manusia dalam Kebun Binatang. Buaya Sinyulong (false gharial) yang telah berumur 76 tahun terhitung pada tahun 2012 tersebut sudah ditampung di Taman Hewan Pematangsiantar sejak berdirinya kebun binatang tersebut pada tahun 1936.[7] Selain keberadaan Buaya Tertua dalam penangkaran, THPS juga memiliki koleksi unik berupa Liger yang murni merupakan hasil penangkaran sendiri oleh THPS, sekaligus menjadikan THPS merupakan satu-satunya kebun binatang di Indonesia yang sukses dalam menangkar Liger, Mamalia Karnivora yang berjenis kucing besar hasil Perkawinan Silang antara Singa dengan Harimau.[8]
sumber Wikipedia